MAUMEREKU DILINDUNGI...
Dalam
sejarah Gereja Katolik di Flores, tersebutlah Pastor C LEQOQ D'
ARMANVILLE, SJ, tiba di pelabuhan Maumere pada tanggal 22 Mei 1881.
Pastor yang kelak menjadi pastor paroki Sikka itu mencatatdalam buku
hariannya: "Maumere terletak di pesisir utara pulau Flores, di teluk
Geliting. Sebuah desa dengan empat dusun, yaitu Wolokoli, Kota, Kabu
Kabor?) dan Wutek (Wuring?). Nama lain bagi Maumere ialah Sikka Kesik
atau Sikka Lotik atau Alok Sikka, dan ada yang menyebut ALOK WOLOKOLI".
Itu berarti nama Maumere sudah dikenal sebelum tahun 1881. Malah Pastor JPN SANDERS, Pr, pastor wilayah Larantuka pada tanggal 3 Juli 1861, menulis surat kepada Uskupnya di Batavia, antara lain: "Pada tanggal 20 Juni 1861 yang lalu saya telah melakukan perjalanan misi saya ke Sikka dan daerah terpencil lainnya.... Sesudah pelayaran tujuh hari, saya tiba di Geliting.... Oleh karena tak ada kerja di situ, saya naik perahu lagi dan pergi ke Maumere." Dalam laporannya yang cukup panjang itu, Pastor Sanders berulang kali menulis MAUMERE.
Sebegitu jauh tak ada data lain lagi untuk meyakinkan kita, sejak kapan nama Maumere itu dimasyarakatkan dan diabadikan. Dengan surat Pastor Sanders itu dapatlah disimpulkan bahwa nama Mau-mere sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat jauh sebelum tahun 1861. Kapan persisnya, tak pernah bisa diungkit. Sementara itu sampai tahun enam puluhan dalam abad 20 ini sebutan ALOK masih terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Ironisnya, jika benar bahwa nama Maumere yang kesohor, yang sangat dibanggakan dan dihormati ini berasal dan sebutan orang-orang Ende yang menjadi kelasi kapal.
Oleh karena itu, adakah generasi sekarang mau membuat sejarah untuk mengubah nama Maumere ini, misalnya menjadi Kota ALOK MARIA, atau nama lain yang rasanya lebih cocok dan tepat dengan bahasa, budaya dan sejarah Sikka? Ini tergantung pada kemauan dan keberanian kita jua.
Itu berarti nama Maumere sudah dikenal sebelum tahun 1881. Malah Pastor JPN SANDERS, Pr, pastor wilayah Larantuka pada tanggal 3 Juli 1861, menulis surat kepada Uskupnya di Batavia, antara lain: "Pada tanggal 20 Juni 1861 yang lalu saya telah melakukan perjalanan misi saya ke Sikka dan daerah terpencil lainnya.... Sesudah pelayaran tujuh hari, saya tiba di Geliting.... Oleh karena tak ada kerja di situ, saya naik perahu lagi dan pergi ke Maumere." Dalam laporannya yang cukup panjang itu, Pastor Sanders berulang kali menulis MAUMERE.
Sebegitu jauh tak ada data lain lagi untuk meyakinkan kita, sejak kapan nama Maumere itu dimasyarakatkan dan diabadikan. Dengan surat Pastor Sanders itu dapatlah disimpulkan bahwa nama Mau-mere sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat jauh sebelum tahun 1861. Kapan persisnya, tak pernah bisa diungkit. Sementara itu sampai tahun enam puluhan dalam abad 20 ini sebutan ALOK masih terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Ironisnya, jika benar bahwa nama Maumere yang kesohor, yang sangat dibanggakan dan dihormati ini berasal dan sebutan orang-orang Ende yang menjadi kelasi kapal.
Oleh karena itu, adakah generasi sekarang mau membuat sejarah untuk mengubah nama Maumere ini, misalnya menjadi Kota ALOK MARIA, atau nama lain yang rasanya lebih cocok dan tepat dengan bahasa, budaya dan sejarah Sikka? Ini tergantung pada kemauan dan keberanian kita jua.
BAGIAN TENGAH (PUSAT/ HATI)
Terletak
sekitar 7 km dari Maumere, tepatnya di Bukit Keling-Nilo, Desa
Wuliwutik, Kecamatan Nita, patung perunggu yang didirikan mulai tahun
2004 ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah, baik dalam
maupun luar negeri. Jika kita berkendara ke Nilo, kita akan melewati
jalan lengang dengan hutan bambu di kiri kanan jalan dan akhirnya kita
sampai di jalan masuk ke tempat ziarah di bukit Keling-Nilo. Sampai di
sini perjalanan jadi menarik. Karena patung Bunda Maria Nilo didirikan
tepat di atas bukit, maka mulai dari beberapa kilometer dari bawah bukit
kita sudah bisa melihat patung Bunda Maria Nilo yang berdiri anggun
dari kejauhan. Pertama-tama patung Bunda Maria terlihat sangat kecil,
lalu lama kelamaan semakin besar dan semakin besar. Yang uniknya lagi,
seolah-olah kita memutari Bunda Maria, atau seolah-olah Bunda Maria-lah
yang memutari kita. Apalagi, suasana di sekeliling jalan masih suasana
yang sangat alami, hanya ada padang rumput dan pepohonan. Sungguh hijau
dan segar!
Patung
yang dibangun oleh Tarekat Pasionis (CP) dengan kerja sama umat ini
diberkati dan dibuka secara resmi sebagai tempat ziarah oleh Almarhum
Uskup Agung Ende Mgr. Abdon Longinus da Cunha pada 31 Mei 2005, akhir
bulan Maria. Tidak lama setelah itu, tepatnya Desember 2005, Keuskupan
Maumere kemudian melepaskan diri dari wilayah Keuskupan Agung Ende. Bagi
umat katolik Maumere, ini tentu merupakan berkat yang tidak terhingga.
Sampai sekarang dipercaya, campur tangan Bunda Maria-lah yang
memungkinkan hal itu terjadi. Bunda Maria adalah ibu yang melindungi
anak-anaknya di Maumere dan Sikka secara keseluruhan. TIMUR(TANGAN KANAN)
GUNUNG
EGON berdiri angker. Seiring dengan meletusnya “Mbah dari seluruh
gunung api di Indonesia” Gunung Merapi, Egon mulai menunjukkan
aktivitasnya. Berita terakhir menyebutkan satu-satunya gunung berapi di
Sikka itu mulai mengepulkan asap dan memancarkan sinar api dari kawahnya
sebagai tanda bahwa aktivitas gunung itu terus meningkat dengan
intensitas kegempaan tinggi. Terlepas dari semua itu, Egon adalah
penjaga Sikka dan Maumere di sisi timur. Kesuburan tanah dan air yang
berlimpah, bisa dinikmati masyarakat di bagian timur kabupaten ini.
Sungguh, sebuah kekuatan alam yang menghidupkan.
UTARA (KEPALA)
Pada
suatu waktu di Maumere ada dua wisatawan asing, yang mengaku
berkebangsaan Jerman, menyusuri Jalan Mgr A Soegiyopranoto Maumere.
Mereka tiba-tiba masuk ke kawasan patung Kristus Raja yang letaknya di
sisi utara jalan tersebut. Begitu berada di pelataran, keduanya langsung
menggabungkan diri dengan belasan warga setempat untuk berdoa.
Setelah
mereka pulang, datang lagi beberapa wisatawan asing lainnya. Ada yang
khusus berdoa, tetapi ada pula yang ingin melihat patung tersebut dari
dekat. Siang sebelumnya juga tampak beberapa turis asing yang
mendatangi lokasi tersebut untuk berfoto di bawah kaki patung Kristus
Raja yang merupakan karya pematung Magnus Solapung.
“Kami
pernah mendengar bahwa patung Kristus Raja ini diberkati Paus Yohanes
Paulus II. Keistimewaan tersebut yang membuat kami tertarik dengan
meluangkan waktu khusus untuk melihat dari dekat,” kata Mark, wisatawan
asal Jerman.
Patung
Kristus Raja yang menjadi pelindung kota Maumere ini memang punya
keistimewaan karena diberkati sekaligus diresmikan langsung oleh Paus
Yohanes Paulus II ketika memimpin misa agung di Maumere pada 11 Oktober
1989. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian kunjungan Paus ke
Indonesia dengan mendatangi lima kota, yakni Jakarta, Yogyakarta,
Medan, Maumere, dan Dili
BARAT (TANGAN KIRI)
Gunung
Rokatenda yang berdiam di Pulau Palu’e. Didaratan pulau nan gersang
Palu’e, Rokatenda berdiam dalam kesunyian mendalam namun mampu
menghentak tidur kala dirinya mulai menggeliat. Letusan terhebat terjadi
pada 4 Agustus - 25 September 1928, yang sebagian besar terjadi karena
tsunami menyusul gempa vulkanik. Penduduk Palu'e saat itu sebanyak 266
jiwa.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 23 Maret 1985 dengan embusan abu mencapai 2 km dan lontaran material lebih kurang 300 meter di atas puncak. Lokasi letusan berada di lereng tubuh kubah lava tahun 1981, sebelah barat laut dengan ukuran lubang letusan 30 x 40 meter. Tidak ada korban jiwa dalam letusan tersebut
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 23 Maret 1985 dengan embusan abu mencapai 2 km dan lontaran material lebih kurang 300 meter di atas puncak. Lokasi letusan berada di lereng tubuh kubah lava tahun 1981, sebelah barat laut dengan ukuran lubang letusan 30 x 40 meter. Tidak ada korban jiwa dalam letusan tersebut
Pada tanggal 16 Januari 2005, Rokatenda kembali menunjukkan aktivitasnya sehingga status siaga ditetapkan
SELATAN (KAKI)
Ditengah hamparan samudera, Salib setinggi 3 meter itu terpampang jelas, tertancap di atas batu karang dan dapat disaksikan dari lintasan jalan raya yang berada disekitar pesisir pantai. Masyarakat setempat menghayati dan mengimani bahwa yang datang di tahun 1630 ialah Pastor Dominicus dan Fransiskus Xaverius. Sebelum ke Gala, para pastor itu tiba pertama kali di Doreng (wilayah pesisir pantai selatan yang berdekatan dengan Bola). Di Pantai Doreng para misionaris ini juga menggantung sebuah Salib Besar. Kalau di Doreng hanya menggantungkan tapi di Pantai Bola Salib itu ditancapkan.
Salib tersebut telah mengalami perbaikan beberapa kali. Di tahun 1939 oleh Pastor Yan Roots SVD dengan misa yang meriah, kemudian tahun 1981 oleh masyarakat Nuba Baluk (Bola) sendiri dengan mendapat bantuan dari Bupati Kabupaten Sikka saat itu Drs. Daniel Woda Palle. Tahun 1988 saat Tahun Maria ( berlangsung di Gelora Samador da Cunha Maumere), Pater A Groots SVD ikut memperbaikinya. Di saat penggalian ternyata diketemukan sebuah botol berisi kerta dan sebuah periuk kecil. Sayangnya, kertas itu tak terbaca karena kerusakan saat penggalian.
Kebanggan kami juga kebanggaan masyarakat Kabupaten Sikka, bahwa Salib ini masih dirawat dengan baik sebagai bukti nantinya kepada generasi penerus bahwa di tempat ini pula para misonaris Khatolik pernah singgah dan memtari keimanan kepada masyarakat Sikka.
Nah jika menuju ke Bola jangan lupa untuk melihat Salib Besar yang tertancap kokoh di Pantai Bola sebagai tanda bahwa wilayah Bola dan sekitarnyatelah dibaptis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar