Pages

Selasa, 15 Oktober 2013

SEKILAS POTRET GENERASI MUDA KITA...


“Hampir lima juta balita di Indonesia menderita kekurangan gizi dan 1,8 juta yang kurang gizi tersebut bersifat irreversible. Salah satu gejala dari kekurangan gizi yang irreversible itu adalah perkembangan otak balita yang lambat. Akhirnya, jangan heran kalau  banyak anak-anak yang imbisil dan debil (bodoh) di negeri ini.”
Sungguh sangat miris mendengar kenyataan tersebut. Mengingat negara kita Indonesia adalah negara kaya dengan hasil yang alamnya melimpah. Indonesia adalah negara agraris, tapi lebih dari 37 persen anak Indonesia usia 0-5 tahun (balita) kekurangan gizi yang ditandai dengan bentuk fisik stunted atau tinggi badan tidak sesuai dengan umur.


Mungkin Indonesia bisa berbangga hati dengan prestasi-prestasi yang diraih anak negeri ini dibidang olimpiade sains tingkat internasional ataupun penghargaan-penghargaan dibidang  lainnya. Akan tetapi negara kita seharusnya malu dengan predikat sebagai negara yang memiliki urutan ke 5 dengan balita yang terhambat pertumbuhannya.
Pepatah mengatakan, apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Kalimat tersebut mengajarkan kita pada kiasan hidup tantang segala perbuatan akan memberikan dampak di masa akan datang. Begitu pula dengan dampak dari gizi buruk merupakan sebuah kegagalan tindakan dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia generasi bangsa yang lebih baik di masa akan datang.



Dalam ilmu kesehatan masyarakat penyebab langsung gizi buruk atau yang lebih dikenal dengan malnutrisi ini adalah ketidak seimbangan antara asupan makanan. Kekurangan antara asupan makanan membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan terkena penyakit infeksi karena iklim tropis, sanitasi lingkungan buruk, sehingga menjadi kurang gizi. Kondisi ini berlangsung secara gradual dan terus berlanjut dalam konsistensi waktu yang cukup lama.
Jika status gizi tidak diperbaiki, sel-sel otak tidak bisa berkembang dan sulit dipulihkan. Perkembangan jaringan otak dengan stimulasi mencapai 80 persen pada usia 0-3 tahun. Pada usia 10 tahun perkembangan jaringan otak yang sehat disertai stimulasi akan mencapai 90 persen. Tanpa stimulasi perkembangan jaringan otak akan jauh di bawah persentase tersebut.


Hal inilah yang disebut sebagai kerusakan yang irreversible (permanen) yang akhirnya menjadikan seorang anak itu imbisil ampak gizi buruk yang bersifat permanen sangat dimungkinkan terjadi pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Kekurangan gizi pada masa ini, terlebih masa golden period (0-3 tahun), tidak hanya menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan mental dan intelektual sang anak akan mengalami gangguan serius. Efeknya terlihat dari rendahnya tingkat kecerdasan, rentan terhadap penyakit, gangguan dalam pemusatan perhatian, lambatnya perkembangan kemampuan kognitif, dan berbagai gangguan lain yang berdampak pada rendahnya kualitas manusia secara umum.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masa depan bangsa ini masih dalam kondisi terancam kehilangan generasi yang berkualitas. Generasi yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi kurang gizi atau gizi buruk akan sulit bersaing dengan yang lainnya. Pada gilirannya mereka akan tersisih dan berpotensi menjadi mata rantai penyebab gizi buruk generasi berikutnya.
Masalah gizi dan kesehatan di masa datang akan semakin kompleks. Dan itu semua akan menjadi tantangan utama pembangunan bidang kesehatan. Kompleksitas masalah gizi dan kesehatan tersebut menuntut perhatian semua pihak khususnya Departemen Kesehatan dalam mengantisipasinya. Namun demikian, peran wakil rakyat, pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dan stake holder lain juga sangat menentukan keberhasilan dalam menangani masalah gizi dan pembangunan kesehatan di Indonesia.



Tidak ada komentar: