Pages

Selasa, 15 Oktober 2013

BIDUAN SENJA MERAYU MADAH SAMUDRA



Laut adalah luka tanpa harga
yang mengaduh sia-sia
ketika kata lupa pada bahasa
dan kepala hanya tulang rangka

Telah lama kaucintai laut hingga kapalmu berkayuh
jauh pada tumpukan ombakpada angin yang berdengung
menyuling badai di suatu palung

"Laut hanya seekor laba-labayang rajin memintal sarang
hingga kita tak mampu merayap menuju ujung jaring langkahnya
Kita akan terjebak di piuh jalanjauh sebelum sampai tujuan."

Pada birunya yang berlapis dan bertumpuk seperti kesedihan
kauarahkan hati mengayuh sauh sungguhpun kau akan kesasar
menentukan haluan kapal
Kau tahu matahari telah berkhianat memeluk hangat tubuh laut
dan melumat basah bibir pantai

hingga gairahnya berjatuhan seperti hujan bulan Desember
Matahari sungguh terlalu angkuh Cahayanya yang menyengat
lebih suka menyeduh kopi daripada membakar para keparat
yang mengunyah terumbu karang dan berlindung pada kapal dagang

Kau rindu laut karena sungai-sungai selalu bertamu dan mencium pipinya
yang lembut seperti agar-agar serta mengelus tubuhnya yang sintal
meliuk di gigir cekung teluk

"Laut adalah anak-anak pangeran muda yang riang
yang jiwanya enggan diam yang senang bernyanyi
sambil kedua kakinya menari pada terjal karang dan panggung pasir." 
 
Laut juga yang membuatmu sadar dan beta jar menumpahkan kemarahan
tidak dengan mengulum puting payudara dan licin paha pelacur musiman di jalur pantura
tapi pada kapal tangker yang menyelundupkan minyak bumi dan upeti dari negeri jajahan

pada perompak yang duduk di parlemen dan pada ratu bodoh penguasa negeri dongeng
Dari laut itulah kau paham betapa dendam berkawan dengan kelewang
dan kebencian kita timbun rapi seperti karung beras di gudang orang tamak

(Suatu hari karung-karung itu
akan berubah menjadi bom waktu
yang meledak saat lapar meruyak)

Kemarahan itu pun kita pasang seperti perangkap tikus di tiap kampung
Setelah itu segera kita bermimpi tentang daging dan buah yang segar
di sebuah pulau tanpa penghuni karena perang saudara menerjang

Ternyata laut bukan anak-anak kecil yang enggan diam setelah kenyang
menghisap puting susu ibunya
"Laut adalah malam yang gelisah yang menulis sisi buram legenda cinta
raja Jawa yang takluk pada ratu siluman ular tapi tak mau tunduk pada penjajah Belanda saat cahaya bintang dan kelip tongkang

berpelukan di atas hamparan gelombang hitam hingga separuh bayang bulan cemburu."
Lalu orang berbondong datang menaiki ratusan perahu nelayan
membawa seba kepala kerbau melemparkannya ke lepas laut
sambil meminta ratu berbaik hati memberi panen ikan berlimpah
dan nelayan tambat dalam selamat

Tapi selepas pesta kauundang ratu dari atas bukit karang yang teduh
seperti memanggil seorang gadis penghibur dari sebuah klab malam
"Kemarilah kau ratu yang cantik datanglah dengan kereta kencanamu
yang gemerlap berteteskan permata bersama dayang-dayangmu yang jelita
Kenakan gaun sutera birumu yang tipis hingga kulit yang bening bagai ubur-ubur
dan payudara seruncing mulut hiu itu menegangkan seluruh urat zakarku,"
begitu kau bisikkan hasrat liarmu lewat semilir lembut angin darat
Tapi ratu tak bisa jatuh cinta pada lelaki iseng yang malang
dan taut di selatan hilang ingatan


(Di selatan laut tak bisa mendengar
karena seluruh suara tinggal lenguh
yang meluncur dari mulut penguasa
yang dusta pada seluruh rakyatnya)

Hanya ombak besar bergulung menggoyang-goyang karang
mengirim jawaban rindumu lewat percik yang menjilat leher
dan angin yang mengelus rambut


Kembali kaucumbu taut setelah paham betapa gunung
tak bisa menahan pohon-pohon yang hijau dan rindang tumbang
Sedang kau tak mampu menghardik petualang lapar yang membutuhkan
unggun saat dingin malam menyerang dan tungku nasi kehabisan bara api

Maka kau kembali memilih laut mencari pasir putih yang landai
dengan gadis-gadis setengah bugil yang membiarkan tubuhnya melepuh
setelah seharian dikunyah matahari
Kau pun bermimpi menjadi matahari yang tak pemah sekalipun b,erkedip
pada setiap payudara yang terbuka dan selangkangan yang menantang

"Kaukira laut hanya gadis-gadis yang selalu siaga mengantarmu tidur
di suatu pulau penuh taman bunga dengan dada bertabur gairah cinta
la mungkin gadis pemandu wisata yang senang menyuguhkan tequilla
sesekali mengajak tamu-tamu dansa sambil mendesahkan indah kata cinta
dengan menjilat leher dan daun telinga hingga tulangmu segera meregang."

Tapi kukira laut bukan gadis-gadis itu la adalah penyair yang berbudi baik
yang mengajak jalan ke sebuah pasar dan membelikan ikan jambal besar
karena ia tahu benar bahwa istri dan dua anak lelakiku dalam lapar

Laut baginya adalah buah kesetiaan mungkin rasa cinta seorang teman
yang tulus setelah tahu betapa hidup hanya tumpukan cerita penuh luka

Akhirnya kaupinang gairah laut menjadi istri dan catatan harianmu
yang harus kaugauli di mana saja
Maka ribuan kalimat pun mengalir seperti air sungai dari puncak gunung
Kata pun berhamburan menulis buihsetelah ombak membantun kapal

Dan dalam benakku laut itu mengalirmemasuki goa-goa di tiap bukit batu
menjebol jendela semua rumah mewahmenyeret seluruh sejarah yang berdarah
Laut bukan muara bagi semua suarayang meneriakkan duka dengan gema
bukan gudang beras bagi tiap nelayan bukan tempat pelacur yang menghuni
separuh panti pijat di kota-kota besar mencuci lubang sisa kelenjar yang sial
bukan tempat membuang hajat pejabatyang iseng saat rapat dinas di luar kota

(Laut adalah pengembara sejati
yang memuja seluruh topan
dan merobek bendera di tiang kapal)

Dan kini ia melangkahkan kakinya mendaki seluruh tebing dan lereng
menyusuri jejak kaki setiap pendaki mengalihkan haluan semua kapal
memindahkan dermaga dari dataran ke puncak gunung paling tinggi
mengubur seluruh mercusuar menghanyutkan setiap kitab
yang diturunkan pada para Nabi


la tak lagi gadis manis yang menanti sungai-sungai datang menjumpainya
tapi ia mengejar sumber mata airyang menetes dari puncak gunung

Tidak ada komentar: