Pages

Jumat, 18 Februari 2011

Tapak Kilas Tari Sikka - Maumere

KELAHIRAN, perkawinan dan kematian, adalah tiga peristiwa penting dalam hidup manusia. Para leluhur telah menandai lintasan hidup yang patut dikenang itu dalam berbagai bentuk seremoni atau upacara adat yang menggugah.

Upacara-upacara itu telah merupakan satu rangkaian dan untaian tradisi yang membudaya dan melekat turun temurun dalam kebiasaan hidup masyarakat Sikka.
Demikian pula berbagai upacara adat yang bersifat musiman, berhubung dengan alam dan pertanian, seperti membuka kebun, memohon hujan, menanam, memetik hasil, syukuran atas panen, menolak bala, dan lain-lain, juga merupakan bagian yang sudah tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat setempat.
 
Seluruh rangkaian upacara adat tersebut, didukung dengan penyelenggaraan pesta yang dimeriahkan dengan penampilan seni tari, seni musik, seni suara dan seni sastra, juga merupakan pola upacara dan keramaian yang sudah mencapai bentuknya yang baku.
Meskipun dari sudut pandang para ekonom, bahwa adanya upacara dan pesta adat itu dianggap sebagai pemborosan dana, waktu dan tenaga, karena biayanya sangat besar dan makan waktu berhari-hari, namun dalam kebiasaan yang tak pernah menjemukan inilah, ditemukan nilai-nilai kegotong-royongan, musyawarah dan kekeluargaan yang akrab, yang tak dapat dibeli dengan uang, sekaligus mengungkapkan karakteristik budaya masyarakat setempat.



Makanya, bukan saja satu karunia bakat dan ketangkasan, tapi lebih merupakan satu kekayaan seni budaya yang mengundang perhatian, karena dampaknya sangat besar bagi dunia wisata.
Kabupaten Sikka mencatat 28 jenis tari tradisional, terdiri dari tarian perang/kepahlawanan, tarian pesta/pergaulan, tarian yang berhubungan dengan alam dan karya tani, dan jenis tarian ketika mendirikan rumah, membuat perahu, menyembelih hewan kurban, dan lain sebagainya.Tari klasik seni drama "Soka Bobu", adalah tarian ceritera perkawinan ala Portugis yang dibanggakan di Kampung Sikka. Diiringi nyanyian koor dalam bahasa Portugis, dengan tambur, suling dan giring giring, sendratari itu telah banyak menarik perhatian wisatawan.

Sementara itu "Toja Bobu" di Kampung Paga yang dikenal sebagai "Bobo Uta", juga tarian kepahlawanan peninggalan Portugis yang perlu dibenah dan dipentaskan lagi dalam hubungannya dengan melesatnya arus wisatawan sekarang ini.

Oleh kemajuan perkembangan zaman, kini muncul tarian kontemporer, seperti gali-gali, rokatenda, joget, tari sirili pinang, tari nyiur, dan lain-lain. Rokatenda, tarian pergaulan muda mudi yang diangkat dari gaya tari "togo" (tandak) PaluE, pulau gunung api Rokatenda itu, diiringi musik klasik, suling atau gong gendang, kini selalu menjadi acara tetap mengisi kemeriahan pesta-pesta dan acara-acara dalam resepsi resmi.

Malah seorang Dubes Denmark untuk Indonesia bersama istrinya begitu tertarik dengan gerak gaya dan suasana yang tumbuh dari situasi tari ini, sampai sendiri berhura-hura menari dan menyanyi berjam-jam, sambil meneguk tuak Wairbleler.
Tari kreasi baru dalam bentuk sendra tari yang dipetik dari ceritera rakyat setempat, seperti tari "Du'a Nalu Pare" (dramatari mitologi), tari "Kapalelu" (dramatari dongeng) dan tari "Gareng Lameng", sempat mencengangkan turis bule dan domestik. Ketiga tarian "modern" ini adalah gubahan yang kreatif dari Herman Yosef, seorang seniman tamatan ASRI Yogyakarta.


"Gareng Lameng," jenis tari yang pernah dipentaskan ke Kupang dan ibu kota Jakarta itu adalah gubahan yang kreatif dari kemampuan prima seniman Herman Yosef setelah memperoleh inspirasi dari upacara adat penyunatan anak di kawasan budaya Tana Ai, Kecamatan Talibura.

Tidak ada komentar: