MENGENAL PARA PEMIMPIN PEMERINTAHAN SIKKA
Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka, yaitu kira-kira pada tahun 1607, pusat pemerintahan ber¬markas di kampung Sikka, di istana " LEPO GETE" (Kini di atas reruntuhan istana LEPO GETE itu, Pemerintah Kabupaten Sikka membangun kembali Rumah Adat itu pada tahun 2000 dengan biaya Rp 100 juta, untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata).
Terkecuali Raja SIKU KORUN DA CUNHA (sekitar tahun 1800) dan Raja PRISPIN DA CUNHA (1850) yang inenetap di Maumere.
Ketika Raja Sikka DON ANDREAS JATI XIMENES DA SILVA memegang kekuasaan (1871-1898), beliau secara resmi menerima kedatangan Misionaris pertama asal Belanda, P.C. OMZIGHT SJ, pada tahun 1873 di Maumere. Demikian pula dalam masa pemerintahannya itu, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membenum seorang "Posthouder" pada tanggal 24 Agustus 1879 di Maumere. Posthouder G.A.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dad berbagai jurusan. Termasuk para pedagang Cina yang mulai membuka toko-toko dengan menjual serba macam barang dagangan. Kehadiran raja sangat diperlukan untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan, mengatur ketertiban umum, mendistribusikan tanah, pengamanan daerah pelabuh¬an dan lain sebagainya.
Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka. Secara bertahap mulai diarahkan rencana dan perhatian untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi barn pada tanggal 26 Pebruari 1894 dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere. Danpada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu (di atas puing istana Raja Jati itu sekarang berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, MIKHAEL DA SILVA dan RAFAEL DA SILVA). Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.
DON JOSEPHUS NONG MEAK DA SILVA dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918 (tanggal dan bulan tidak tercatat), beliau mengambil keputusan untuk memindah¬kan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere (versi lain menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917, menurut tulisan P.S. DA CUNHA dalam surat khabar Mingguan "BENTARA" Ende edisi tanggal 15 Juni 1954).
Raja NONG MEAK membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai "Oring Sirat", di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di Kompleks Lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral Patung "KRISTUS RATU ITANG").
Sampai dengan tahun 1944, Raja Sikka DON THOMAS terus melanjutkan pembangunan Kota Mau-mere, antara lain pasar, toko, jalan-jalan, rumah para pegawai, perkampungan penduduk, termasuk memba¬ngun istana kediaman Raja Sikka.
Raja Sikka DON THOMAS inilah yang patut ditokohkan sebagai putra daerah peletak dasar dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere. Konsepnya ini mulai dikembangkan semenjak beliau memangku jabatan Raja Sikka pada tahun 1920 hingga ajal menjemputnya pada tanggal 18 Mei 1954 di Ende. Lebih-lebih pada tahun-tahun awal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasannya yang cemerlang dan karya dengan kerja keras yang tidak kenal lelah, kini dilanjutkan oleh para penerima tongkat estafet kepemimpinannya dalam tampuk pemerintahan para Bupati Kepala Daerah Otonom Tingkat II Sikka sejak tahun 1960.
Sejak awal terbentuknya Kerajaan Sikka, yaitu kira-kira pada tahun 1607, pusat pemerintahan ber¬markas di kampung Sikka, di istana " LEPO GETE" (Kini di atas reruntuhan istana LEPO GETE itu, Pemerintah Kabupaten Sikka membangun kembali Rumah Adat itu pada tahun 2000 dengan biaya Rp 100 juta, untuk melestarikan sejarah, budaya dan sekaligus menjadi obyek wisata).
Terkecuali Raja SIKU KORUN DA CUNHA (sekitar tahun 1800) dan Raja PRISPIN DA CUNHA (1850) yang inenetap di Maumere.
Ketika Raja Sikka DON ANDREAS JATI XIMENES DA SILVA memegang kekuasaan (1871-1898), beliau secara resmi menerima kedatangan Misionaris pertama asal Belanda, P.C. OMZIGHT SJ, pada tahun 1873 di Maumere. Demikian pula dalam masa pemerintahannya itu, Pemerintah Belanda untuk pertama kalinya membenum seorang "Posthouder" pada tanggal 24 Agustus 1879 di Maumere. Posthouder G.A.VAN SIEK itulah yang menyarankan agar Raja Sikka sebaiknya selalu berada di Maumere. Sebab ketika itu Maumere sudah ramai sekali sebagai tempat pertemuan para pedagang dad berbagai jurusan. Termasuk para pedagang Cina yang mulai membuka toko-toko dengan menjual serba macam barang dagangan. Kehadiran raja sangat diperlukan untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan, mengatur ketertiban umum, mendistribusikan tanah, pengamanan daerah pelabuh¬an dan lain sebagainya.
Saran yang baik itu sangat menarik perhatian sang Raja Sikka. Secara bertahap mulai diarahkan rencana dan perhatian untuk memindahkan ibukota Kerajaan Sikka ke Maumere. Akan tetapi barn pada tanggal 26 Pebruari 1894 dipancangkanlah tiang pertama bangunan istana Raja Sikka itu di Maumere. Danpada tanggal 8 Maret 1894 diselenggarakan suatu pesta rakyat yang marak meriah dengan acara main dadu dan sabung ayam selama seminggu sebagai tanda peresmian pembangunan istana itu (di atas puing istana Raja Jati itu sekarang berdiri bangunan rumah dua bersaudara sekandung keturunan Raja Sikka, MIKHAEL DA SILVA dan RAFAEL DA SILVA). Namun demikian, Raja Sikka masih tetap saja berdiam di kampung Sikka. Beliau datang ke Maumere hanya sesewaktu apabila perlu atau diminta Posthouder.
DON JOSEPHUS NONG MEAK DA SILVA dinobatkan menjadi Raja Sikka ke-14 pada tahun 1903. Pada mulanya beliau menetap di kampung Sikka, dan barn pada tahun 1918 (tanggal dan bulan tidak tercatat), beliau mengambil keputusan untuk memindah¬kan ibukota pemerintahan Kerajaan Sikka ke Maumere (versi lain menyebutkan kepindahan itu terjadi tahun 1917, menurut tulisan P.S. DA CUNHA dalam surat khabar Mingguan "BENTARA" Ende edisi tanggal 15 Juni 1954).
Raja NONG MEAK membangun istananya, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai "Oring Sirat", di lokasi yang sekarang sudah berdiri bangunan Losmen Lareska, sedangkan bangunan kantor pemerintahan Kerajaan Sikka (Landschaap Sikka) terletak di Kompleks Lapangan Tugu (sementara ini sudah menjadi lokasi sakral Patung "KRISTUS RATU ITANG").
Sampai dengan tahun 1944, Raja Sikka DON THOMAS terus melanjutkan pembangunan Kota Mau-mere, antara lain pasar, toko, jalan-jalan, rumah para pegawai, perkampungan penduduk, termasuk memba¬ngun istana kediaman Raja Sikka.
Raja Sikka DON THOMAS inilah yang patut ditokohkan sebagai putra daerah peletak dasar dan pemikir mula, awal modernisasi pembangunan kota Maumere. Konsepnya ini mulai dikembangkan semenjak beliau memangku jabatan Raja Sikka pada tahun 1920 hingga ajal menjemputnya pada tanggal 18 Mei 1954 di Ende. Lebih-lebih pada tahun-tahun awal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasannya yang cemerlang dan karya dengan kerja keras yang tidak kenal lelah, kini dilanjutkan oleh para penerima tongkat estafet kepemimpinannya dalam tampuk pemerintahan para Bupati Kepala Daerah Otonom Tingkat II Sikka sejak tahun 1960.
Sejarah
pemerintahan kabupaten ini mengalir dari zaman kerajaan yang berakhir
pada masa pemerintahan raja Don Thomas (1954), kemudian dilebur menjadi
Swapraja Sikka pada tahun 1953 dengan kepemimpinan kolegial oleh Dewan
Pemerintahan Daerah Swapraja (DPDS). Masa keswaprajaan hanya berlangsung
enam tahun dan berakhir pada tahun 1959 ketika terbentuknya
Pemerintahan Daerah Swatantra (Daswati) II Sikka berdasarkan UU No.1
Tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Pusat menunjuk Don PCX da Silva, raja Sikka terakhir sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah menyusul pembentukan DPRD Peralihan Daswati II Sikka tahun 1959.
*PAULUS SAMADOR DA CUNHA*
(1960-1967)
(1960-1967)
Lahir
di Sikka, 13 januari 1924. Politikus dari Partai Katolik, mantan
anggota DPD Flores dan mantan anggota Konstituante (1956-1959), adalah
seorang pamong praja yang tekun dan bersahaja.
Dalam
masa jabatan kebupatiannya, pemerintah daerah masih sangat sulit dengan
dana, kemampuan sumber daya manusia terbatas, potensi sumber daya alam
pun belum dikelola, apalagi situasi politik, ekonomi dan keuangan Negara
sama sekali tidak mendukung.
Namun
beliau merintis pembukaan kawasan untuk lahan pertanian di Magepanda,
Waigete dan Nebe sebagai wilayah produksi pangan dengan menggunakan
tenaga kerja dari Tebuk dan Koting. Desa “gaya baru” yang merupakan
konsep perubahan dari sistem pemerintahan kampung digelarnya secara
gencar di seantero kabupaten ini.
Ia
juga membentuk tujuh kecamatan dengan menghapus sistem pemerintahan
Haminte (1962-1964). Ia mengangkat kegemaran rakyat akan lagu dan tarian
daerah, seni budaya dikembangkan, olahraga dibina dan belis
diseminarkan.
Konseptor
pembangunan Gelanggang Olahraga Madawat (kini Gelora Samador) ini tidak
lupa mengandalakan pemuda sebagai potensi pembangunan, dan oleh karena
itu ia berhasil menyiapkan kader-kader pemimpin masa depan.
Beliau meninggal dunia di Kupang tanggal 19 September 1970, ketika sedang bertugas sebagai pejabat tinggi di Kantor Gubernur NTT.
*LAURENSIUS SAY*
(1967-1977)
(1967-1977)
Bupati
kedua ini lahir di Umauta-Bola, 2 Februari 1924. Veteran Pejuang
Angkatan 1945 dan mantan anggota MPRS-RI 91960-1966) ini adalah seorang
pemimpin yang berwatak keras, pragmatis, ekonom dan demokrat.
Alumi
Schakelschool Ndao-Ende ini, sukses sebagai bupati dalam membina
keswadayaan masyarakat melalui program pengembangan partisipasi
pembangunan, antara lain pembangunan Pasar Maumere (1968) dan tambak
ikan banding Koliaduk (1969).
Dengan
bekal sekolah pertanian di Bogor, pengalamannya di Inggris (1945) dan
sebagai wakil Pemerintah Indonesia dalam Badan Kerja Sama Industri
Perkelapaan Philipina-Indonesia (PICC) di Manila (1963-1965), Laurens
Say berhasil memasyarakatkan program lamtoronisasi dan menggalakkan
penanaman kakao, kopi dan cengkeh dalam kerja sama dengan Biro Sosial
Maumere, lembaga sosial ekonomi Gereja Katolik setempat (PH
Bollen,SVD/Biro Sosial Maumere).
Bupati Laurens Say juga mengembangakan perkoperasian melalui wadah KUD seturut program nasional.
Ia membuka jalan ke berbagai desa terpencil guna menerobos keterasingan dan ketertutupan masyarakat dari arus ekonomi, akses pendidikan, kesehatan, pariwisata dan sejumlah sektor lainnya.
Ia membuka jalan ke berbagai desa terpencil guna menerobos keterasingan dan ketertutupan masyarakat dari arus ekonomi, akses pendidikan, kesehatan, pariwisata dan sejumlah sektor lainnya.
Anggota
DPR/MPR-RI 1977-1982 ini ditunjuk oleh Uskup Agung Ende menjadi Ketua
Umum Panitia Perayaan Nasional Tahun Maria di Maumere (Juli 1988).
Sebelum meninggal dunia beberapa waktu lalu, Laurens Say melewati masa
tuanya di Jalan Kesehatan Maumere.
*DRS. DANIEL WODA PALE*
(1977-1988)
(1977-1988)
Kepemimpinan Kabupaten Sikka selanjutnya beralih ke tampuk Drs. Daniel Woda Pale. Ia lahir di Paga, 9 Juli 1939, putra mosalaki Donatus J Pale, mantan anggota DPDS Sikka.
Pegawai
negeri bergelar sarjana ilmu pemerintahan jebolan IIP Malang (1974)
ini, adalah seorang pamongpraja karier yang energik, dinamis dan
menyimpan segudang cita-cita besar untuk Sikka. Ia pernah menjadi Camat
Maumere (1962-1964) dan Sekwilda Sikka (1968-1970 dan 1974-1977).
Dengan
bangga ia meneruskan karya para pendahulunya, khususnya program
lamtoronisasi dan pola pertanian lahan kering. Ia memilih mangga sebagai
tanaman holtikultura yang digemari rakyat untuk dikembangakan menjadi
makanan bergizi selain sebagai komoditas perdagangan.
Pada
zamannya ia mengangkat sektor perikanan ke permukan dan mulai dengan
pengembangan industri pariwisata. Kebupatiannya menjadi lebih berbobot
ketika fasilitas Pelabuhan Maumere diperluas dan kemampuan daya sandar
kapal ditingkatkan, serta pembangunan Depot Pertamina dan SPBU.
Mengatasi
masalah kepadatan penduduk, sejumlah rakyat Sikka ditransmigrasikannya
ke Irian Jaya, Kalimantan dan Sulawesi sesuai program nasional. Ketika
memegang tongkat kepemimpinan ini, Kabupaten Sikka menerima tanda
kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha, lambang supremasi keberhasilan
pembangunan tingkat nasional pada Pelita III di bidang koperasi dan
penghijauan (1979-1984).
Pada
puncak masa pengabdiannya, Daniel Woda Pale menduduki posisi strategis
dalam jajaran pemerintahan di Propinsi NTT tahun 1989-2004. Terakhir ia
menjabat Ketua DPRD Propinsi NTT (1999-2004).
Politisi
kawakan ini ditunjuk menjadi Ketua Umum Panitia Penyambutan Kunjungan
Pastoral Sri Paus Johanes Paulus II di Maumere pada bulan Oktober tahun
1989. Kini sebagai pensiunan pejabat Negara, Daniel Woda Pale kembali ke
kota kecintaanya, Maumere.
*DRS. AVELINUS MASCHUR CONTERIUS*
(1989-1993)
(1989-1993)
Putera asal Lela ini, lahir di Paga tanggal 18 Mei 1942. Sarjana Ilmu Pemerintahan lulusan IIP Jakarta ini pernah menjadi Sekwilda Kabupaten Alor.
Ia
juga meneruskan karya para pendahulunya secara menonjol dalam sektor
perikanan, kepariwisataan dan transmigrasi. Dengan tekun Bupati
Conterius merencanakan dan melaksanakan program pembukaan, perluasan dan
peningkatan ruas jalan raya ke kawasan terpencil yang potensial.
Dalam
bidang komunikasi, ia tampil greget dengan membangun Stasiun Radio
Siaran Pemerintah Daerah (RSPD), meski harus menghabiskan biaya ratusan
juta rupiah. Namun ia berhasil merengsek PAD APBD II Sikka dari sekitar
500 juta dimasa Bupati Dan Woda Pale menjadi Rp.1 miliar setiap
tahunnya.
Ia
merangkum kerja sama antar KUD dengan Asosiasi Wiraswasta, meski konsep
kerja itu dikritik habis-habisan oleh banyak kalangan.
Prestasinya
untuk membenahi dan memberdayakan potensi aparatur pemerintah daerah
serta menggalakkan program pendidikan jejang karier kepegawaian, patut
diberikan ancungan jempol.
Ia
membentuk kecamatan Alok, peralihan dari KOPETA Maumere, dan desa
menjadi kelurahan, dari 5 menjadi 13 kelurahan. Ia bernasib mujur,
karena dalam masa jabaannya, di Maumere berlangsung peristiwa akbar
Perayaan Nasional Tahun Maria 1988 yang dihadiri ribuan umat Katolik
dari 33 keuskupan di Indonesia pada bulan Juli 1988.
Perayaan
kunjungan Pastoral Sri Paus Johanes Paulus II dalam bulan Oktober 1989,
saat kepemimpinannya teruji untuk menyukseskan perayaan agung itu.
Dua peristiwa tersebut telah mengangkat popularitas Kabupaten Sikka ke atas pentas Nasional dan Internasional.
AM
Conterius meninggal dunia di Kupang tanggal 4 Oktober 1994 dalam usia
52 tahun, setelah lebih dari setahun menjadi pejabat di kantor Gubernur
Propinsi NTT.
Tongkat
estafet kepemimpinan kemudia disambut dengan optimisme oleh Alexander
Idong ditengah ambruknya sarana dan prasarana akibat gempa tektonik dan
hempasan tsunami Desember 1992. Ia terpilih sebagai Bupati Sikka yang
kelima.
*ALEXANDER IDONG*
(1993-1998)
(1993-1998)
Lahir
di Nele, 13 April 1941. Meski hanya jebolan KDC Kupang (1962), ia
pernah menjadi Camat Maumere (1964-1974), dan menjabat Kepala Kantor
Sensus dan statistic Kabupaten Sikka selama kurang lebih 20 tahun,
sambil menangani program transmigrasi nasional pada masa kebupaian Drs.
Daniel Woda Pale dan Drs. AM Conterius.
Bendahara
DPD II Golkar Sikka (1988-1993) ini terpilih menjadi Ketua DPRD II
Sikka (1992-1993), dan kemudian terorbit menjadi Bupati Sikka. Ia naik
ke puncak karier politiknya dalam jabatan ini sebagai “bupati gempa”.
Tugas
utamanya adalah membangun kemabli puing-puing reruntuhan dari semua
bangunan yang diporak-porandakan oleh gempa bumi dan gelombang tsunami
dasyat 12 Desember 1992 (sekolah, rumah sakit, puskesmas, kantor dan
rumah diam kedinasan serta fasilitas umum seperti pasar, stadion,
jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya).
Bupati
Alex Idong-lah yang berjuang membebaskan bidang tanah rakyat dengan
dana APBD II Sikka untuk perpanjangan landasan pacu bandara Waioti dan
perluasan jalur/ruas jalan dalam kota Maumere.
Ia
menyiapakan konsep pemekaran desa-desa. Dalam masa kebupatiannya, RSUD
dr. TC Hillers yang dibangun dengan dana APBN sebesar 10 miliar
(1996-1997) mulai dioperasikan. Ambisinya membangun, mendorong kerja
keras untuk merengsek PAD Kabupaten Sikka menjadi Rp 2,2 miliar TA
1997/1998.
Ia
juga mengejar prestasi dalam upaya peningkatan produksi dan pemasaran
jambu mente dan menarik investor untuk beroperasi di kabupaten ini.
Setelah
tidak terpilih lagi pada suksesi tahun 1998, ia kembali ke kampung
kelahirannya dan tinggal di Nara, Desa Lepolima, Kecamatan Maumere.
*DRS. PAULUS MOA*
(1998-2003)
(1998-2003)
Lahir
di Ian-Wolokoli, Kecamatan Bola, 10 September 1940. Sarjana ilmu
pemerintahan jebolan IIP Jakarta (1978) ini, pernah menjadi Camat Bola
(1964-1966) dan Camat Nimboran, Jayapura, Iarian Jaya (1973). Kemudian
menempati jabatan strategis dalam jajaran pemerintah daerah Timur-Timur
(1979-1998) sebagai Pendamping Bupati Viqueque, sekwilda Bobonaro, Kota
Administratif Dili, Manufahi dan Liquisa.
Memantapkan
tugas kebupatinnya (1998-2003) dengan Sapta Program menyangkut kualitas
SDM, pengentasan kemiskinan, kualitas lingkungan hidup dan tata ruang,
pemanfaatan lahan pertanian, pengembangan agrobisnis dan agroindustri,
peningkatan program koperasi dan pembangunan pariwisata.
Ia
berhasil menaikkan PAD APBD Sikka dari 2,2 miliar pada masa Bupati Alex
Idong (1997) menjadi 7 miliar pada TA 2002. Meneruskan program
rehabilitasi pasca gempa tsunami 1992, dan membangun taman-taman kota
yang menelan biaya sekitar Rp.1 miliar. Ia membangun kembali istana Lepo Gete di Kampung Sikka sebagai lambang kebanggaan sejarah dan budaya untuk menjadibsatu lokasi tujuan wisata budaya.
Dijalinnya
kerjasama dengan Ausaid untuk program pelestarian taman laut, terumbu
karang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Begitu pun
kerja sama dengan UNICEF untuk program ASI (kesejahteraan ibu dan anak
dalam sektor kesehatan) dan dengan GTZ untuk program kebersihan
lingkungan.
Masa
kebupatiannya masuk dalam hari-hari awal reformasi setelah Orde Baru,
sehingga ia terus menerus menghadapi gelombang demonstrasi dalam
berbagai masalah kerakyatan, mulai dari penjual sayur, tukang ojek
sampai topic-topik politik yang rumit, seperti masalah pengungsi
Timor-Timur, masyarakat adapt, perbatasan kawasan hutan, kenaikan harga
sembako dan BBM, serta turunnya harga komoditi.
Usai
jabatan bupati, ia menjadi anggota DPRD Propinsi NTT dari partai Golkar
hasil Pemilu 2004 dengan jumlah perolehan suara melampaui Bilangan
Pembagi Pemilu (BPP). Kini Drs. Paulus Moa menjabat Wakil Ketua DPRD
Propinsi NTT, tinggal di Kupang.
*DRS. ALEXANDER LONGGINUS*
(2003-2008)
(2003-2008)
Tanggal
25 Januari 1960 merupakan tanggal kelahiran Alexander Longginus,
tepatnya di Riit-Nita. Politisi muda jebolan “sekolah” Bung Kanis dan
aktivis LSM yang kerap dipanggil Allong ini, pernah bergumul dalam hidup
keseharian sebagai petani, peternak, petambak ikan, pemasak minyak
kelapa, pembakar batu merah, papalele kopra, guru dan manager hotel,
sebelum naik ke kursi nomor satu Kabupaten Sikka.
Fungsionaris
PDI, kemudian PDI Perjuangan ini berambisi membangun kabupaten ini
dengan memancang tonggak perubahan masyarakat Sikka “moret epang” (hidup makmur:bah.Sikka-red.) dengan filosofi GEMBIRA (Gerakan Membangun Berbasis Inisiatif Rakyat).
Ia
merencanakan tiga program utama : Peningkatan Kualitas SDM,
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Kerja Sama Kemitraan yang efektif.
Implementasi program itu tahap demi tahap mulai dilaksanakan, antara
lain menyusun data base menyangkut potensi desa dan tingkat
kesejahteraan/kemiskinan rakyat, mendirikan sebuah Universitas Daerah
(UNIPA), melaksanakan desentralisasi fiscal sebagai upaya membangun
kesadaran, merangsang tanggung jawab dan memacu keswadayaan masyarakat
desa, mengendalikan kebijakan keuangan daerah secara ketat, meneruskan
konsep Bupati Paulus Moa untuk membangun sebuah SPBU (kerja sama dengan
Pertamina). Bupati Allong juga membangun jaringan kerja sama
Flores-Portugal, meneruskan program pelestarian terumbu karang dan upaya
peningkatan haja hidup masyarakat pesisir melalui program COREMAP.
Sebagai
seorang “kampung”, non birokrat, ia harus berenang di engah arus kuat
birokrasi yang sudah mapan. Semua kebijakan terobosan ini telah menjadi
komoditas politik yang mahal harganya, karena lebih sering sarjana
Administrasi Niaga Undana ini “diadili” oleh berita serta isu-isu yang
bertebaran di tengah masyarakat; telah banyak suara dilansir dengan gaya
kurang pas dengan tata karma dan etika politik.
Terus
menerus Pemerintah dan DPRD Sikka dibombardir oleh
demonstrasi-demonstrasi yang beruntun dilancarkan dengan cara-cara yang
kurang simpatik atas nama demokrasai atau reformasi. Demikianlah
konsekuensi politik yang mesti dipikul guna mencapai konsep perubahan
yang transparan.
*DRS. SOSIMUS MITANK*
" MEMBANGUN MULAI DARI DESA"
(1998-2003)
(1998-2003)
- Tempat/Tgl: Maumere, 22 November 1950
- Alamat: Jalan Nairoa, Lokaria-Maumere
- Agama: Katolik
- Nama istri: Firmina Sedo
- Anak: Satu orang
- Pendidikan: FIA Undana Kupang, 1983
* Pengalaman kerja
- Kepala Sub Bagian Bina Perangkat Desa dan Kelurahan pada Biro Pemerintahan Desa Setwilda NTT di Kupang, 1 Oktober 1982-23 Oktober 1986.
- Kepala Cabang Dinas Pariwisata NTT Wilayah III meliputi Kabupaten Alor, Flores Timur, Ende dan Sikka di Maumere dari 23 Oktober 1986-25 Juni 1991.
- Kepala Dinas Perhubungan dan Promosi Daerah di Jakarta, 25 Juni- 16 Maret 1994.
- Kepala Dinas LLAJR Sikka, 16 Maret 1994- 21 April 1998.
- Kepala Dinas Pariwisata Sikka, 21 April 1998- 8 Desember 1998.
- Ketua Bappeda Sikka, 8 Desember 1998-22 Februari 2001.
- Pj. Asisten Administrasi Kabupaten Sikka, 22 Februari 2001-20 November 2002.
- Kepala BKD Kabupaten Sikka, 20 November 2002-13 Desember 2003.
- Kepala Badan Kesbanglinmas Sikka, 13 Desember 2003-27 Agustus 2005.
- Sekretaris Daerah Kabupaten Sikka, 27 Agustus 2005-31 Desember 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar